Prodi Doktor dan Magister Ilmu Hukum UIR Gelar Kuliah Umum UU No 16 tahun 2019 tentang Perkawinan

Program Studi (Prodi) Doktor dan Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Islam Riau (UIR) menggelar kuliah umum dengan tema Efektifitas Undang-Undang No 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan di Auditorium Lantai III Pasca Sarjana pada Jumat (10/2/2023).

Prodi Doktor dan Magister Ilmu Hukum UIR Gelar Kuliah Umum UU No 16 tahun 2019 tentang Perkawinan
Program Studi (Prodi) Doktor dan Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Islam Riau (UIR) menggelar kuliah umum dengan tema Efektifitas Undang-Undang No 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan di Auditorium Lantai III Pasca Sarjana pada Jumat (10/2/2023).

KLIKCERDAS.COM, PEKANBARU - Program Studi (Prodi) Doktor dan Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Islam Riau (UIR) menggelar kuliah umum dengan tema Efektifitas Undang-Undang No 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan di Auditorium Lantai III Pasca Sarjana pada Jumat (10/2/2023).

Direktur Pascasarjana UIR Prof Dr H Yusri Munal SH MHum saat membuka acara mengatakan kegiatan dan tema tersebut dipilih untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada mahasiswa S2 dan S3 UIR terhadap Undang-Undang No 16 Tahun 2019 yang membahas Perkawinan yang sempat menjadi kontroversi di masyarakat.

Program Pascasarjana mendatangkan Dr HM Sutomo SH MH selaku Ketua Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Kepualauan Riau sebagai narasumber Histori dan Dampak UU No.16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. 

Adapun yang menjadi latar belakang perubahan UU No 1 Tahun 1974 menjadi UU No 16 tahun 2019 didasari oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 22/PUU-XV/2017 yang menyatakan bahwa Pasal 7 ayat (1) sepanjang frasa “Usia 16 Tahun” UU No 1/1974 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan memerintahkan kepada pembentuk UU untuk dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun melakukan perubahan terhadap UU tersebut.

Sedangkan yang menjadi alasan permohonan perubahan batas usia perkawinan oleh para pemohon yaitu ketentuan pasal 7 ayat (1) sepanjang frasa “16 tahun” telah melanggar prinsip non diskriminasi sehingga bertentangan dengan UUD 1945, ketentuan a quo menimbulkan pembedaan kedudukan hukum dan diskriminasi terhadap anak perempuan dalam hak kesehatan, ketentuan a quo menimbulkan pembedaan kedudukan hukum dan diskriminasi terhadap anak perempuan dalam hak pendidikan, serta ketentuan a quo menimbulkan pembedaan kedudukan hukum dan diskriminasi terhadap anak perempuan dalam risiko eksploitasi anak.

Dengan begitu MK mempertimbangkan untuk mengabulkan permohonan perubahan batas usia perkawinan karena adanya ketidaksetaraan antar warga negara terkait adanya penentuan batas usia perkawinan yang tidak sama antara laki-laki dan perempuan.

Selain itu apabila terdapat produk-produk hukum yang mengandung perlakuan berbeda atas dasar ras, agama, suku, warna kulit, dan jenis kelamin, maka sudah seharusnya pula untuk disesuaikan dengan kehendak UUD 1945 yang anti diskriminasi.

Dampak yang paling dirasakan dengan penyesuaian batas usia perkawinan (perubahan Pasal 7 ayat 1) ialah dengan meningkatnya jumlah permohonan angka dispensasi kawin yang merata di seluruh Indonesia sehingga optimalisasi peran eksekutif pemerintah harus ditingkatkan kembali demi terwujudnya Indonesia bebas dari perkawinan anak. (sri)