Sri Murtini Jadi Lulusan Ketiga Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Riau
Sri Murtini jadi lulusan ketiga Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Riau (UIR) usai mengikuti Ujian Terbuka Disertasi pada Rabu (22/2/2023). Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum Angkatan Pertama tahun 2020 ini sukses melaksanakan sidang promosi doktornya dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,95 dengan bobot nilai A predikat Cumlaude.

KLIKCERDAS.COM, PEKANBARU - Sri Murtini jadi lulusan ketiga Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Riau (UIR) usai mengikuti Ujian Terbuka Disertasi pada Rabu (22/2/2023). Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum Angkatan Pertama tahun 2020 ini sukses melaksanakan sidang promosi doktornya dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,95 dengan bobot nilai A predikat Cumlaude.
Sidang promosi doktor yang berlangsung khidmat tersebut dipimpin Rektor UIR Dr. H. Syafrinaldi, S.H., M.C.L, Prof. Dr. H. Thamrin S, S.H., M.Hum selaku promotor, H. Abd. Thalib, Sm.Hk., S.H., M.C.L., P.hD sebagai Co. Promotor, dan Prof. Dr. Ir. H. Hasan Basri Jumin, M.Sc sebagai Representasi Guru Besar.
Adapun dewan penguji terdiri dari Prof. Fr. Hj. Ellydar Chaidir, S.H., M.Hum, Prof. Dr. H. Yusri Munaf, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum., Prof. Dr. dr. Dedi Afandi, D.F.M., Sp.FM (K), Dr. H. Effendi Ibnususilo, S.H., M.H.
Promovenda Sri Murtini mengangkat penelitian dengan judul “Mediasi Non Litigasi Penyelesaian Sengketa medis Antara Dokter dan Pasien Untuk Mewujudkan Rasa Keadilan”.
Sri Murtini mengangkat tema penelitian itu dilatar belakangi atas beberapa kasus terkait tindakan medis yang dilakukan oleh dokter banyak tidak dirasakan puas oleh pasien.
Sehingga ketidakpuasan yang dirasakan oleh pasien akan berujung pada sengketa medis yang biasanya akan berujung pada penyelesaian secara litigasi yaitu penyelesaian yang menyertakan beberapa delik-delik perdata maupun pidana sesuai UU Praktik kedokteran maupun jalur non litigasi yaitu penyelesaian secara mediasi diluar sistem peradilan.
Tetapi berdasarkan penelitian yang promovenda lakukan ada kelebihan ataupun kekurangan yang ditemukan.
Seperti pada proses litigasi proses penyelesaian sengketa akan berlangsung lama, biaya yang dikeluarkan selama proses peradilan akan besar, tetapi lain halnya apabila seorang pasien melakukan metode non litigasi seorang pasien akan hemat secara biaya, waktu, segera tercapainya kesepakatan dan saling merasa nyaman dan menciptakan rasa keadilan .
Lebih lanjut, untuk menciptakan rasa keadilan bagi pasien tentu akan memunculkan rumusan masalah yang mempertanyakan bagaimana pelaksanaan penyelesaian sengketa medis antara dokter dan pasien dengan cara mediasi non litigasi untuk mewujudkan rasa keadilan tersebut.
Sri Murtini merujuk pada UU No 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa dan Pasal 29 UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan serta dilakukan mediasi oleh mediator kepada dokter, pasien yang bersangkutan sehingga tercipta kesepakatan para pihak.
Bukti dari kesepakatan antara kedua belah pihak harus dibuktikan dengan penandatanganan perjanjian berupa akta bawah tangan dan akta otentik yang bersifat mengikat dan final.
Di akhir presentasi nya promovenda Sri Murtini menyimpulkan akibat penyelesaian sengketa melalui mediasi non litigasi dalam praktik pelaksanaannya sudah berjalan.
Tetapi memang dalam praktiknya masih belum ada ketentuan atau aturan khusus yang mengatur terkait mediasi penyelesaian sengketa medis sehingga belum ada keseragaman dalam tahapan ataupun bentuk dari hasil pelaksanaan mediasi tersebut.
Sehingga promovenda memberikan saran atas kesimpulan yang telah dijabarkannya pemerintah melalui Kemenkumham RI ataupun Kementerian Kesehatan dapat mengeluarkan peraturan menteri yang menegaskan bahwa terkait penyelesaian sengketa medis antara dokter, pasien dan keluarga pasien serta rumah sakit harus menggunakan alternatif penyelesaian sengketa dengan metode mediasi non litigasi di luar sistem pengadilan. (sri)