Meni Warlia Lulus Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Riau dengan IPK 3,97

Meni Warlia lulus sidang terbuka promosi doktor ilmu hukum Universitas Islam Riau (UIR) dengan IPK 3,97 setara “A”, di Ruang Promosi Doktor Gedung B Pasca Sarjana UIR pada Selasa (21/2/2023).

Meni Warlia Lulus Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Riau dengan IPK 3,97
Meni Warlia lulus sidang terbuka promosi doktor ilmu hukum Universitas Islam Riau (UIR) dengan IPK 3,97 setara “A”, di Ruang Promosi Doktor Gedung B Pasca Sarjana UIR pada Selasa (21/2/2023).

KLIKCERDAS.COM, PEKANBARU - Meni Warlia lulus sidang terbuka promosi doktor ilmu hukum Universitas Islam Riau (UIR) dengan IPK 3,97 setara “A”, di Ruang Promosi Doktor Gedung B Pasca Sarjana UIR pada Selasa (21/2/2023).

Meni Warlia pernah menjadi hakim di Pengadilan Negeri Pekanbaru tahun 2006-2009, di Pengadilan Negeri Muaro Jambi tahun 2009-013, Pengadilan Negeri Pelalawan tahun 2013-2018, Pengadilan Negeri Bangkinang tahun 2018-2021 dan mulai tahun 2021 hingga saat ini di Mahkamah Agung Republik Indonesia (RI) Pengadilan Negeri Martapura.

Mahasiswa S3 yang memulai perkuliahan sejak Maret 2020 ini mengikuti sidang promosi doktor yang dipimpin Rektor UIR Dr. H. Syafrinaldi, S.H., M.Cl, Prof. Dr. H. Yusri Munaf, S.H., M.Hum selaku promotor, Dr. H. Efendi Ibnususilo, S.H.,M.H sebagai Co. Promotor, dan Prof. Dr. Ir. H. Hasan Basri Jumin, M.Sc sebagai Representasi Guru Besar.

Adapun dewan penguji terdiri dari Prof. Fr. Hj. Ellydar Chaidir, S.H., M.Hum, Prof. Dr. Thamrin S, S.H., M.Hum, Prof Dr. Ni’matul Huda, S.H.,M.Hu, H. ABD. Thalib, Sm.Hk.,M.Cl., Ph.D dan Dr. Prim Haryadi, S.H.,M.H.

Selaras dengan pekerjaan yang ia geluti, Meni Warlia meneliti tentang “Penerapan Asas Strict Liability Pada Putusan Hakim Dalam Perkara Perdata Lingkungan Hidup dan Problematika Eksekusi Putusannya”. 

Meni menilai bahwa di Indonesia khususnya Provinsi Riau memilki banyak kasus yang berhubungan dengan kerusakan lingkungan hidup. Katakan saja pencemaran udara karena adanya cerobong asap, pembuangan limbah secara sembarangan yang dapat mencemari lingkungan, hingga kondisi tanah yang kian mengawatirkan akibat Sumber Daya Alam (SDA) nya diambil terus menerus.

Dari persentasinya ia menarik kesimpulan bahwa Hakim telah menggunakan prinsip kehati-hatian dan assa strict libility dalam putusannya. 

Melalui prinsip tersebut apabila terdapat ancaman kerusakan yang serius atau tidak dapat disembuhkan, dan ketiadaan bukti ilmiah maka tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda upaya pencegahan penurunan fungsi lingkungan dan penjatuhan hukuman ganti rugi berdasarkan peraturan mentri lingkungan hidup.

Ia memberikan saran agar Mahkamah Agung bisa segera mengeluarkan peraturan Mahkamah Agung tentang hukum acara pembuktian dan pelaksanaan eksekusi putusan perdata lingkungan hidup. Sebaiknya DPR bisa memperbarui UU lingkungan tentang lembaga eksekusi putusan perdata lingkungan hidup. (sri)